![]() |
Suasana Polres Bandung di Area Praktik SIM A |
Kali ini saya ingin berbagi cerita bagaimana saya membuat SIM A (surat izin mengemudi mobil) di Polres Bandung, Soreang.
Kebiasaan saya sebelum melakukan sesuatu, saya biasanya terbiasa membaca sebuah artikel online (browsing) yang berkaitan dengan
langkah-langkah membuat SIM A, mulai dari berkas-berkas yang harus disiapkan, berapa lama proses pembuatannya, sampai dengan estimasi biaya yang dikeluarkan.
Setelah mengumpulkan beberapa informasi dari
artikel online tersebut, saya menyiapkan
berkas-berkas yang diperlukan, diantaranya adalah:
1. KTP Asli
2. Fotokopi KTP 3 lembar
3. Map warna abu
4. Uang Rp 200.000
Setelah semuanya siap, saya memutuskan datang ke
Polres Bandung pada hari Senin, tanggal 21 Januari 2019 yang berlokasi di Jl. Bhayangkara, No. 1, Soreang, Kabupaten Bandung (lokasi: https://goo.gl/maps/LrBMfpcbnmx).
Dengan berbekal informasi yang sudah dicari sebelumnya, saya datang sendirian kesana tepat jam 07.00 sudah di
tempat, karena kalau datang siang hari maka pikir saya akan banyak orang-orang yang membuat panjang antrian.
Hal yang dilakukan pertama kali ketika hendak membuat SIM adalah periksa kesehatan di ruangan yang berlokasi di area belakang Polres Bandung (dekat tempat parkir). Saya pikir test kesehatan ini persis seperti di RSUD akan menggunakan alat atau test tertentu, tetapi tes kesehatan di Polres ini sifatnya lebih ke formalitas karena hanya ditanya tinggi, berat badan, riwayat sakit, kondisi mata minus berapa (kebetulan saya memakai kacamata), tes buta warna, dan setelah itu melakukan pembayaran administrasi kurang lebih Rp 30.000. Setelah melewati tahap tersebut, maka selembaran surat rekomendasi kesehatan dari dokter yang bertugas pun saya dapatkan.
Hal yang dilakukan pertama kali ketika hendak membuat SIM adalah periksa kesehatan di ruangan yang berlokasi di area belakang Polres Bandung (dekat tempat parkir). Saya pikir test kesehatan ini persis seperti di RSUD akan menggunakan alat atau test tertentu, tetapi tes kesehatan di Polres ini sifatnya lebih ke formalitas karena hanya ditanya tinggi, berat badan, riwayat sakit, kondisi mata minus berapa (kebetulan saya memakai kacamata), tes buta warna, dan setelah itu melakukan pembayaran administrasi kurang lebih Rp 30.000. Setelah melewati tahap tersebut, maka selembaran surat rekomendasi kesehatan dari dokter yang bertugas pun saya dapatkan.
Selanjutnya, setelah test kesehatan adalah
perekaman sidik jari. Ruangan sidik jari berada di dalam lingkungan Polres,
sehingga sebelum masuk kita diharuskan memperlihatkan e-KTP beserta fotokopinya dan surat rekomendasi sehat yang dimasukan ke dalam satu map berwarna abu, selain itu juga harus
melepaskan jaket, dan tidak diperkenankan memakai celana pendek. Saya
menangkapnya peraturan tersebut dimaksudkan agar meminimalisir Calo sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak bisa masuk (meskipun hanya mengantar pun tidak diperbolehkan).
Nah
setelah masuk ke dalam area perekaman sidik jari, saya dikasih selembaran
kertas untuk nantinya kita isi informasi biodata kita dan perekaman sidik jari
(terdapat 5 kolom untuk masing-masing jari). Setelah selesai perekaman sidik
jari kita diharuskan membayar administrasi Rp 20.000 (kurang lebih). Ada
kejadian unik di sana, saat saya hendak membayar biaya administrasi sidik jari.
Petugas : Bapak mau bikin sim apa ?
Saya : Saya
mau bikin SIM A teh
Petugas : Disini saya melihat pekerjaan bapak
sebagai dosen ya ?
Saya : Iya teh pekerjaan saya dosen
Petugas : Memang dosen dimana pak ?
Saya : Dosen di Polije, Jawa Timur.
Petugas : oh begitu, yasudah pak langsung saja
menuju loket pendaftaran berkas, tidak usah membayar biaya administrasi.
Saya : Wahh, terimakasih banyak ya teh
Petugas : sama-sama pak
Setelah melewati ruang sidik jari tersebut, saya
bersyukur sekali tidak usah membayar biaya administrasi perekaman sidik jari
hehe semoga petugas tersebut juga mendapatkan kebaikan yang lebih.
Berikutnya saya menuju ruangan penyerahan berkas,
di sana nampak sangat bertumpuk orang-orang yang berurusan dengan SIM, entah
itu hendak membuat SIM baru, memper-panjang masa aktif SIM, mengulang ujian teori maupun
ujian praktik. Nah setelah di ruangan tersebut saya menyerahkan berkas saya
dalam satu map abu yang berisikan surat kesehatan, fotokopi ktp, dan perekaman
sidik jari. Selang beberapa menit saya dipanggil untuk memverifikasi data saya yang ditampilkan di layar komputer, setelah sesuai saya diperbolehkan menuju ruangan foto untuk mengambil gambar wajah (closeup) tanpa kacamata. Setelah selesai pengambilan gambar, saya langsung menuju ruangan ujian teori.
Nah ujian teori ini menurut saya agak aneh
sekali, karena soalnya berbasis video demonstrasi yang sangat berbeda dengan
kisi-kisi di dalam buku yang ada di ruang tunggu Polres Bandung ini.
Sehingga saat pertama saya test teori SIM mobil ini, saya dinyatakan tidak lulus atau
nilainya berada di bawah Passing Grade 80, alias saya hanya mendapatkan nilai 44.
Setelah dinyatakan gagal ujian teori, saya diharuskan mengulang di kesempatan berikutnya atau pekan depan. Tepat pada tanggal 28 Januari 2019, saya kembali
mengikuti ujian teori, dan Alhamdulillah saya mendapatkan skor 97 (perfect :D).
Ada tips nya loh mengerjakan ujian teori SIM A ini, yaitu fokus lihat video
demonstrasinya jangan baca soalnya, karena ketika kita fokus pada demontrasi yang disajikan dalam bentuk video, kita
akan bisa menilai apakah benar atau salah pengemudi tersebut. Hal yang paling
mengecohkan dalam mengerjakan ujian teori ini adalah pertanyaan yang berbentuk
teks yang terkadang tidak nyambung, sehingga membingungkan kita.
Setelah berhasil melewati ujian teori,
selanjutnya saya mengikuti ujian praktik. Ujian praktik SIM A di Polres Bandung
terbagi ke dalam tiga tahapan yaitu praktik parkir mobil seri mundur, lalu
praktik parkir mobil seri, dan yang terakhir adalah praktik stop and go di tanjakan.
Serangkaian test praktik SIM A (Parkir Seri, Parkir Paralel, Tanjakan)
Pertama saya menyerahkan berkas kepada petugas yang membawa mobil praktik, karena ada beberapa orang yang praktik maka akan dipanggil bergiliran sesuai dengan tumpukan berkasnnya. Setelah beberapa menit saya dipanggil dan masuk ke dalam mobil praktik. Ohya jenis mobil yang digunakan di Polres Bandung adalah mobil Gran Max tipe E (manual, tanpa sensor parkir, dan kaca belakang tertutup). Nah setelah saya berada di dalam mobil, petugas juga ikut masuk ke dalam mobil berada di samping kiri.
Singkat cerita ketika saya masuk mobil, petugas
dengan nada tegas menjelaskan bagiamana aturan praktik mobil ini, terdiri dari
tiga tahap; parkir seri, parkir paralel, dan tanjakan. Masing-masing diberikan
2 kali kesempatan apabila gagal atau menyenggol patok. Terkecuali pada tahap tanjakan atau stop and go hanya diberikan satu kali kesempatan saja.
Jujur menurut saya aturannya sangat ketat sekali,
parkir seri harus mundur sekali jadi (tidak boleh maju untuk meluruskan dan
mesin tidak boleh mati), posisi mobil harus simetris (tidak mepet kiri atau
kanan), tidak boleh menoleh ke belakang (mengandalkan spion kiri kanan dan
feeling).
Pertama kali saya test parkir
seri ini saya gagal karena terlalu mepet ke sebelah kiri. Setelah gagal di
parkir seri, saya melanjutkan untuk ke parkir paralel. Nah parkir paralel ini
cukup luas area nya, jadi saya bisa melakukannya dengan baik. Selain luas kita
juga diberikan kesempatan maju untuk meluruskan. Sehingga saya dinyatakan lulus dalam tahap parkir paralel.
Praktik parkir seri gagal, praktik pararel
berhasil, maka saya diharuskan mengulang ujian praktik tersebut. Dituliskan
saya harus kembali pada tanggal 4 Februari 2019 atau menunggu satu pekan.
Tepat pada tanggal 4 februari 2019, saya kembali
kesana untuk ujian praktik mobil di tahap parkir seri dan ternyata masih gagal
karena saya mundur kejauhan sehingga patok belakang terjatuh. Maka saya
dinyatakan gagal, tidak bisa ke tahap test tanjakan. Saya diharuskan ikut ujian
ulang pada tanggal 18 februari 2019 (dua pekan selisih waktunya).
Pada tanggal 18 februari 2019 saya kembali mengikuti test tersebut, ternyata saya
masih gagal juga di tahap parkir seri karena posisi mobilnya miring atau tidak simetris. Setelah
itu saya diharuskan kembali mengikuti ujian praktik pada tanggal 18 maret 2019
(satu bulan selisih waktunya). Pada tanggal 18 maret saya berharap tidak melakukan kesalahan yang sama, maka pada kesempatan ini saya beruntung bisa
memarkirkan mobil dengan sempurna pada tahap parkir seri. Maka setelah itu,
saya menuju tahap berikutnya yaitu stop and go di tanjakan. Nah di sini, saya
mengalami kesulitan karena mobilnya tidak sesuai dengan yang biasanya dalam
artian kuplingnya dalam, begitu juga dengan rem tangannya harus sampai mentok,
kalau rem tangannya tidak mentok maka mobil akan mundur. Maka ketika saya berada di tanjakan,
berhenti dengan menggunakan rem tangan setelah itu disuruh maju kembali,
tiba-tiba mobilnya langsung mati. Padahal biasanya kalau pakai mobil biasa
(saya pakai Suzuki APV tidak ada masalah), mungkin setelan kuplingnya juga yang
berbeda. Akhirnya saya dinyatakan gagal dalam tahap tanjakan ini dan harus
mengulang selama satu bulan lagi yaitu tanggal 18 April 2019 atau sesudah
pemilihan Capres.
Dokumentasi Coretan untuk Ujian Ulang
Nah begitu perjuangan saya untuk membuat SIM A yang menurut saya sangat susah apabila kita "JUJUR" dalam mengikuti proses aturan yang tahap-demi tahap kita lakukan. Meskipun harus diulang beberapa kali, saya tetap akan berusaha, dan saya siap untuk ujian ulang pada tanggal 18 April 2019 nanti.
Ohya ternyata bukan saya saja sendirian yang
mengalami kesulitan itu. Di saat saya menunggu giliran dipanggil oleh petugas, saya menyempatkan mengobrol dengan salah seorang yang sedang berjuang untuk mendapatkan
SIM A juga, katanya beliau sudah dari awal bulan November 2018 hingga bulan
Maret 2019 ini belum lulus juga ujian praktik mobilnya loh. Bahkan ada juga
yang sudah berpengalaman bawa mobil ke luar kota atau provinsi masih tetap
gagal juga saat di test parkir oleh petugas. Jadi apa yang menentukan proses
bikin SIM bisa cepat ? mungkin karena rezeki nya bagus, dan juga lewat jalur
belakang.
Awalnya saya percaya bahwa di Polres itu sudah
bersih tanpa ada shortcut (jalan pintas) untuk membuat SIM, tapi kenyataannya masih ada saja oknum-oknum petugas yang menawarkan proses cepat
pembuatan SIM, tidak tanggung-tanggung dengan mengeluarkan biaya Rp 700.000 dan
hanya memakan waktu 10 menit maka SIM sudah bisa diambil atau dicetak. Coba anda bayangkan bagaimana uang bisa mengalahkan peraturan yang sudah dibuat dan ditetapkan oleh mereka, ternyata malah dilanggar oleh sang pembuat aturan.
Saya menuliskan cerita
ini sebetulnya ingin meluapkan perasaan saya ketika ada beberapa orang yang
tidak lulus, mereka langsung bertindak untuk mencari petugas melalui cara
jalan pintas tersebut dalam mendapatkan SIMnya secara instan.
Memang jujur itu mahal, jadi apapun resikonya
sampai mengulang beberapa kali, saya akan tetap berusaha untuk mengikuti ujian ulang praktik SIM A
(Mobil). Semoga di kesempatan berikutnya saya bisa melewati tahap ujian stop
and go di tanjakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar anda :