31 Mar 2019

Sepotong Episode Cerita Hidup; Kuliah di ITB dan mengikuti Seleksi CPNS 2018

Nah kali ini saya akan sharing bagaimana awal mula saya berada di ITB ini.
Perjuangan masuk ITB
Tidak ada yang menyangka saya berada di kampus terbaik ini karena saya SMA dari jurusan IPS jauh sekali dengan per-teknikan, kemudian setelah lulus SMA saya melanjutkan studi ke UPI mengambil jurusan manajemen resort dan leisure atau manajemen kepariwisataan, nah setelah saya lulus dari UPI tersebut saya melihat adanya jurusan pariwisata di ITB di bawah Sekolah Arsitektur Perencanaan Pengembangan Kebijakan, akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan studi s2 saya ke kampus ITB dengan jurusan Perencanaan Kepariwisataan.
Jujur tidak mudah bagi seorang yang lulusan IPS seperti saya untuk mengerjakan soal TPA Bappenas, pada saat itu saya harus mengulang 2 kali agar bisa lulus passing grade yang telah ditentukan dengan skor 475. Setelah 2x test itu dengan izin allah akhirnya saya lulus dan di terima di ITB pada tahun ajaran 2016 genap.

Survive kuliah di ITB
Di awal saya mengikuti perkuliahan di ITB, saya sempat kaget karena anak yang baru masuk di semester genap, harus mengikuti mata kuliah yang ganjil, sehingga ketika yang ganjil mempelajari dari stage 1 lanjut ke stage 2, maka yang genap harus langsung belajar dari stage 2 kemudian ke stage 1.
Kuliah di pascasarjana ITB ini kita ditempatkan seperti mahasiswa reguler S1, jadwal kuliahnya ada tiap hari, bahkan ruang kelasnya pun berbagi. Maka dari itu saya memutuskan untuk bergabung pada organisasi pascasarjana ITB yang bernama KAMIL (Keluarga Mahasiswa Islam) Pascasarjana ITB 2017.
Pada saat itu niat saya adalah untuk memperbanyak relasi, karena kuliah pasca di ITB ini cenderung lebih sedikit SKSnya dibanding S1 dahulu, jadi saya memutuskan untuk bergabung dalam keanggotaan KAMIL 2017 ditempatkan di departemen Syiar dan Pelayanan.
Pada saat itu saya merasa yang paling junior di departemen Syiar dan Pelayanan karena yang lain sudah banyak pengalaman organisasi keislamannya, sehingga kalau ada diskusi terkait itu mereka bisa memberikan pendapat-pendapatnya, lalu bagaimana dengan saya ? saya hanya menjadi pendengar yang baik alias diem saja, kalau sekiranya saya bisa kerjakan ya saya berkontribusi. Sampai-sampai saya diberikan penghargaan kategori anggota terdiam saat demisioner kepengurusan KAMIL 2017.
Nah perlahan-lahan dengan mengikuti keanggotaan Syiar dan Pelayanan ini saya mulai bisa membuka diri dan mulai menyerap bagaimana cara kita berinteraksi, berdakwah, melakukan hal baik, dsb. Intinya dengan tergabungnya KAMIL itu membentuk pola pikir saya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Setelah kurang lebih satu tahun di keanggotaan KAMIL 2017 akhirnya saya demisioner, dan pada saat itu pula tercetus niat saya adalah jika ada kesempatan lagi seperti ini, saya ingin tergabung kembali menjadi anggota KAMIL.  Dan saat itu juga Allah mencatat niat saya yang akhirnya saya diizinkan untuk tergabung di KAMIL 2018 sebagai kadep Media.
Jujur meskipun belum punya pengalaman di bidang media, tapi menurut saya ini adalah kesempatan yang tidak akan datang dua kali untuk saya belajar mengenai seluk beluk permediaan dalam organisasi, berteman dengan para orang-orang hebat baik di BPH, maupun di anggota media itu sendiri.
Maka dengan diberinya amanah itu saya jalankan dengan niat menjadi orang yang pembelajar dan bisa bermanfaat bagi orang lain, meskipun sedikit menantang di Media ini karena jobdesknya sangat banyak tetapi alhamdulillah saya bisa bertahan, dan dengan izin allah saya bisa survive kuliah di ITB sambil berorganisasi, mekipun kata orang2 di luar sana masuk dan keluar dari ITB itu susah, tetapi kalau kita ikhlas dan berusaha menjalaninya insyaaAllah akan ada jalan keluar.
Saya juga sempat bekerja di salah satu hotel bintang 4 yang lokasinya di Dago, pada saat itu saya berpikiran akan lebih baik jika saya mendapatkan pengalaman langsung di lapangan yang berkaitan dengan dunia pariwisata, maka saat itu saya mengambil keputusan untuk bekerja pada jam malam hari, di departemen night audit. Cukup menantang setelah saya mengambil pekerjaan ini, karena pagi sampai sore saya di kelas kuliah dan ikut organisasi KAMIL pada saat yang sama saya diamanahi sebagai panitia inti acara Adiwidya 5, setelah itu jam 11 malamnya saya harus bekerja sampai jam 7 pagi. Nah jam tidur pun ikut dirubah dari asalnya malam hari, menjadi sore setelah magrib atau isya sampai jam 10.
Tapi alhamdulillah dengan adanya keberanian seperti itu saya mendapatkan banyak pengalaman yang berharga bagi hidup saya, bisa kuliah, berorganisasi, dan bekerja sekaligus. 

Lulus ITB
Saya kuliah S2 di ITB selama kurang lebih 2 tahun, tepatnya 1 tahun 7 bulan, tapi kalau dilihat di SIX alhamdulillah tercatat 3 semester. Kenapa saya memutuskan untuk lulus cepat ? karena pada saat itu saya memaksa diri saya untuk lulus bulan oktober agar bertepatan dengan jadwal pembukaan CPNS 2018 :D

Setelah lulus dari ITB
Setelah saya lulus dari ITB, saya meniatkan untuk mengabdi sebagai pengajar, karena menurut saya pengajar itu memiliki keuntungan, yaitu ilmu kita akan bertambah dan juga bisa investasi amal jariah, karena kita mentransfer ilmu kepada orang lain. Nah, dengan izin Allah akhirnya saya dinyatakan lulus sebagai dosen pariwisata di Politeknik Negeri Jember, Jawa Timur dalam formasi CPNS Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi tahun 2018.
Nah perjuangan untuk mengikuti seleksi test CPNS ini sangat luar biasa bagi saya, karena pada saat itu banyak teman-teman dari KAMIL yang baru lulus ujian sidang dan berkeinginan mengikuti seleksi CPNS 2018. Pada saat bulan september, aturan pertama yang menjadi rintangan bagi pelamar adalah harus menyertakan ijazah S2 nya, sedangkan kami yang baru menyelesaikan sidang akan mendapatkan ijazah pada saat wisuda bulan oktober. 
Nah singkat cerita teman-teman KAMIL dan S2 di ITB lainnya membuat group Whatsapp untuk meloby kepada rektor agar menyampaikan bahwa yang akan melamar formasi CPNS 2018 bisa menggunakan SKL (surat keterangan lulus), awalnya saya dan teman-teman pasrah saja karena biasanya aturan dari pusat itu sangat kaku dan saklek harus pakai ijazah, tetapi dengan izin Allah, rektor berusaha meloby orang Kementerian Ristekdikti yang pada akhirnya bisa menggunakan SKL sebagai syarat untuk melamar formasi CPNS 2018.
Tidak berhenti di titik itu, setelah saya menyerahkan semua persyaratan berserta berkasnya secara kumpit tanpa terlewat satu pun, tidak lama kemudian ada pengumuman bahwa saya dinyatakan tidak lolos administrasi karena dianggap tidak memenuhi persyaratan atau berkas yang diminta oleh Panselnas.
Di dalam hati, saya sempat bertanya kepada Allah, apakah ini belum jalan saya untuk tergabung dalam CPNS 2018. Tapi saya tidak berputus asa, sambil berusaha menerima kenyataan itu, saya mengambil jalan lain yaitu membantu proyek dosen s1 di UPI. Pada saat itu saya menjadi bagian panitia inti seminar internasional pariwisata yang bertugas membantu persiapan, mengatur segala sesuatu pada hari – H, sampai sesudahnya atau dengan kata lain saya membantu dari mulai pendaftaran peserta seminar, surat-menyurat, mengelola paper, hingga publish.
Nah di tengah2 kegiatan itu selalu terlintas pikiran dan perasaan kesel juga karena saya tidak bisa ikut ujian cpns dikarenakan tidak lulus administrasi, dan menurut saya itu adalah kesalahan panitia pusat, bukan kesalahan saya. Akhirnya saya tidak berdiam diri, saya ikhtiarkan untuk melaporkan kasus saya ke Lapor.go.id dan ombudsman terkait maladministrasi, dan ternyata kasus yang sama juga menimpa banyak orang bukan hanya saya saja, banyak diantara mereka yang menjadi korban bahkan selevel lulusan luar negeri bisa dinyatakan tidak lulus administrasi. 
Setelah ada perwakilan korban yang tidak lulus untuk mediasi ke kantor Ristekdikti nya, tidak lama kemudian ada pengumuman batch 2 untuk mengikuti test kepampuan dasar CPNS di kantor BKD (badan kepegawaian daerah bandung) yang salah satu pesertanya tertera nama saya.
Akhirnya saya mengikuti test tersebut, dan ternyata hasilnya saya mendapatkan skor yang tidak diharapkan, yaitu dari 3 aspek yang diujikan, saya hanya berhasil lolos 1 aspek saja yaitu test wawasan kebangsaan (TWK), sisanya test intelegensi umum (TIU) dan tes kepribadian (TKP) nilainya di bawah passing grade alias belum lulus. Dan saat itu juga saya berfikir ternyata mungkin Allah masih belum mengizinkan saya untuk menjadi ASN.
Di tengah-tengah perjalanan setelah test tersebut, ternyata BKN (badan kepegawaian nasional) merevisi peraturan indikator penilaiannya, yang tadinya passingrade ditetapkan per aspek, menjadi keseluruhan nilai test. Dan dengan izin Allah akhirnya saya dinyatakan lolos (P2L) untuk melanjutkan ke tahap berikutnya karena hasil skor saya melebihi dari keseluruhan nilai test yang telah di tentukan oleh BKN. Maka saya berhak melanjutkan ke tahap test kemampuan bidang yang harus datang ke kampus tujuan, pada saat itu saya pilih kampus Polije (Politeknik Negeri Jember) di Jawa Timur.
Nah pada saat itu test kemampuan bidang pada tanggal 12 Desember 2018 bertepatan dengan hari H-nya seminar internasional pariwisata UPI. Saya sebagai panitia inti jujur sangat tidak enak meninggalkan kerjaan, apalagi dosen yang meberi amanah kepada saya sangat baik dan akrab. Akhirnya saya memberanikan diri untuk berbicara ke beliau dan dengan seingat saya beliau membalas seperti ini; ‘’Kalau sudah rezekinya kamu di sana mal, ambil dan berusaha ya. Semoga lolos testnya. Gapapa seminar ini akan tetap jalan, karena akan dibackup oleh beberapa orang’’. 
Dengan mendapatkan izin dari beliau, akhirnya saya langsung berangkat ke Jember dan mengikuti test kemampuan bidang. Alhamdulillah dari tiga aspek yang diujikan saya mendapatkan nilai yang bagus menurut saya, tidak ada yang mengecewakan dari mulai test soal2 kepariwisataan, wawancara, dan micro teaching. Dan setelah berganti tahun akhirnya pengumuman final dipost di web Risetdikti yang diyatakan nama saya lulus dengan tidak adanya pesaing dalam formasi yang saya ambil :D
Lalu pertanyaannya kenapa sampai sekarang masih di Bandung belum juga ke Jember ? karena masih menunggu penetapan NIP (No Induk Pegawai) dari BKN, sehingga setelah adanya NIP maka akan langsung berangkat ke Jember.

Hikmah
Kita harus berbaik sangka kepada Allah swt, jangan patah semangat kalau kita gagal dan kalau ada peluang sikat saja alias ambil saja untuk menambah pengalaman kita.
Jangan berhenti juga bergaul dengan orang-orang sholeh/sholehah, dan yang terakhir menjadi salah satu yang terpenting adalah jangan putus meminta doa dari orang tua (ibu dan ayah), karena dengan doanya lah kita bisa meraih apa yang kita butuhkan.

25 Mar 2019

Sepotong Pengalaman Membuat SIM A (Mobil) Part 1

Suasana Polres Bandung di Area Praktik SIM A


Kali ini saya ingin berbagi cerita bagaimana saya membuat SIM A (surat izin mengemudi mobil) di Polres Bandung, Soreang.
Kebiasaan saya sebelum melakukan sesuatu, saya biasanya terbiasa membaca sebuah artikel online (browsing) yang berkaitan dengan langkah-langkah membuat SIM A, mulai dari berkas-berkas yang harus disiapkan, berapa lama proses pembuatannya, sampai dengan estimasi biaya yang dikeluarkan.
Setelah mengumpulkan beberapa informasi dari artikel online tersebut, saya menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan, diantaranya adalah:
1. KTP Asli
2. Fotokopi KTP 3 lembar
3. Map warna abu
4. Uang Rp 200.000
Setelah semuanya siap, saya memutuskan datang ke Polres Bandung pada hari Senin, tanggal 21 Januari 2019 yang berlokasi di Jl. Bhayangkara, No. 1, Soreang, Kabupaten Bandung (lokasi: https://goo.gl/maps/LrBMfpcbnmx). Dengan berbekal informasi yang sudah dicari sebelumnya, saya datang sendirian kesana tepat jam 07.00 sudah di tempat, karena kalau datang siang hari maka pikir saya akan banyak orang-orang yang membuat panjang antrian.
Hal yang dilakukan pertama kali ketika hendak membuat SIM adalah periksa kesehatan di ruangan yang berlokasi di area belakang Polres Bandung (dekat tempat parkir). Saya pikir test kesehatan ini persis seperti di RSUD akan menggunakan alat atau test tertentu, tetapi tes kesehatan di Polres ini sifatnya lebih ke formalitas karena hanya ditanya tinggi, berat badan, riwayat sakit, kondisi mata minus berapa (kebetulan saya memakai kacamata), tes buta warna, dan setelah itu melakukan pembayaran administrasi kurang lebih Rp 30.000. Setelah melewati tahap tersebut, maka selembaran surat rekomendasi kesehatan dari dokter yang bertugas pun saya dapatkan.
Selanjutnya, setelah test kesehatan adalah perekaman sidik jari. Ruangan sidik jari berada di dalam lingkungan Polres, sehingga sebelum masuk kita diharuskan memperlihatkan e-KTP beserta fotokopinya dan surat rekomendasi sehat yang dimasukan ke dalam satu map berwarna abu, selain itu juga harus melepaskan jaket, dan tidak diperkenankan memakai celana pendek. Saya menangkapnya peraturan tersebut dimaksudkan agar meminimalisir Calo sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak bisa masuk (meskipun hanya mengantar pun tidak diperbolehkan). 
Nah setelah masuk ke dalam area perekaman sidik jari, saya dikasih selembaran kertas untuk nantinya kita isi informasi biodata kita dan perekaman sidik jari (terdapat 5 kolom untuk masing-masing jari). Setelah selesai perekaman sidik jari kita diharuskan membayar administrasi Rp 20.000 (kurang lebih). Ada kejadian unik di sana, saat saya hendak membayar biaya administrasi sidik jari. 
Petugas  : Bapak mau bikin sim apa ?
Saya       : Saya mau bikin SIM A teh
Petugas  : Disini saya melihat pekerjaan bapak sebagai dosen ya ?
Saya       : Iya teh pekerjaan saya dosen
Petugas  : Memang dosen dimana pak ?
Saya       : Dosen di Polije, Jawa Timur.
Petugas : oh begitu, yasudah pak langsung saja menuju loket pendaftaran berkas, tidak usah membayar biaya administrasi.
Saya      : Wahh, terimakasih banyak ya teh
Petugas : sama-sama pak
Setelah melewati ruang sidik jari tersebut, saya bersyukur sekali tidak usah membayar biaya administrasi perekaman sidik jari hehe semoga petugas tersebut juga mendapatkan kebaikan yang lebih.
Berikutnya saya menuju ruangan penyerahan berkas, di sana nampak sangat bertumpuk orang-orang yang berurusan dengan SIM, entah itu hendak membuat SIM baru, memper-panjang masa aktif SIM, mengulang ujian teori maupun ujian praktik. Nah setelah di ruangan tersebut saya menyerahkan berkas saya dalam satu map abu yang berisikan surat kesehatan, fotokopi ktp, dan perekaman sidik jari. Selang beberapa menit saya dipanggil untuk memverifikasi data saya yang ditampilkan di layar komputer, setelah sesuai saya diperbolehkan menuju ruangan foto untuk mengambil gambar wajah (closeup) tanpa kacamata. Setelah selesai pengambilan gambar, saya langsung menuju ruangan ujian teori.
Nah ujian teori ini menurut saya agak aneh sekali, karena soalnya berbasis video demonstrasi yang sangat berbeda dengan kisi-kisi di dalam buku yang ada di ruang tunggu Polres Bandung ini.
Sehingga saat pertama saya test teori SIM mobil ini, saya dinyatakan tidak lulus atau nilainya berada di bawah Passing Grade 80, alias saya hanya mendapatkan nilai 44. Setelah dinyatakan gagal ujian teori, saya diharuskan mengulang di kesempatan berikutnya atau pekan depan. Tepat pada tanggal 28 Januari 2019, saya kembali mengikuti ujian teori, dan Alhamdulillah saya mendapatkan skor 97 (perfect :D). Ada tips nya loh mengerjakan ujian teori SIM A ini, yaitu fokus lihat video demonstrasinya jangan baca soalnya, karena ketika kita fokus pada demontrasi yang disajikan dalam bentuk video, kita akan bisa menilai apakah benar atau salah pengemudi tersebut. Hal yang paling mengecohkan dalam mengerjakan ujian teori ini adalah pertanyaan yang berbentuk teks yang terkadang tidak nyambung, sehingga membingungkan kita.
Setelah berhasil melewati ujian teori, selanjutnya saya mengikuti ujian praktik. Ujian praktik SIM A di Polres Bandung terbagi ke dalam tiga tahapan yaitu praktik parkir mobil seri mundur, lalu praktik parkir mobil seri, dan yang terakhir adalah praktik stop and go di tanjakan.



Serangkaian test praktik SIM A (Parkir Seri, Parkir Paralel, Tanjakan)




Pertama saya menyerahkan berkas kepada petugas yang membawa mobil praktik, karena ada beberapa orang yang praktik maka akan dipanggil bergiliran sesuai dengan tumpukan berkasnnya. Setelah beberapa menit saya dipanggil dan masuk ke dalam mobil praktik. Ohya jenis mobil yang digunakan di Polres Bandung adalah mobil Gran Max tipe E (manual, tanpa sensor parkir, dan kaca belakang tertutup). Nah setelah saya berada di dalam mobil, petugas juga ikut masuk ke dalam mobil berada di samping kiri.
Singkat cerita ketika saya masuk mobil, petugas dengan nada tegas menjelaskan bagiamana aturan praktik mobil ini, terdiri dari tiga tahap; parkir seri, parkir paralel, dan tanjakan. Masing-masing diberikan 2 kali kesempatan apabila gagal atau menyenggol patok.  Terkecuali pada tahap tanjakan atau stop and go hanya diberikan satu kali kesempatan saja.
Jujur menurut saya aturannya sangat ketat sekali, parkir seri harus mundur sekali jadi (tidak boleh maju untuk meluruskan dan mesin tidak boleh mati), posisi mobil harus simetris (tidak mepet kiri atau kanan), tidak boleh menoleh ke belakang (mengandalkan spion kiri kanan dan feeling).  
Pertama kali saya test parkir seri ini saya gagal karena terlalu mepet ke sebelah kiri. Setelah gagal di parkir seri, saya melanjutkan untuk ke parkir paralel. Nah parkir paralel ini cukup luas area nya, jadi saya bisa melakukannya dengan baik. Selain luas kita juga diberikan kesempatan maju untuk meluruskan. Sehingga saya dinyatakan lulus dalam tahap parkir paralel.
Praktik parkir seri gagal, praktik pararel berhasil, maka saya diharuskan mengulang ujian praktik tersebut. Dituliskan saya harus kembali pada tanggal 4 Februari 2019 atau menunggu satu pekan.
Tepat pada tanggal 4 februari 2019, saya kembali kesana untuk ujian praktik mobil di tahap parkir seri dan ternyata masih gagal karena saya mundur kejauhan sehingga patok belakang terjatuh. Maka saya dinyatakan gagal, tidak bisa ke tahap test tanjakan. Saya diharuskan ikut ujian ulang pada tanggal 18 februari 2019 (dua pekan selisih waktunya).
Pada tanggal 18 februari 2019 saya kembali mengikuti test tersebut, ternyata saya masih gagal juga di tahap parkir seri karena posisi mobilnya miring atau tidak simetris. Setelah itu saya diharuskan kembali mengikuti ujian praktik pada tanggal 18 maret 2019 (satu bulan selisih waktunya). Pada tanggal 18 maret saya berharap tidak melakukan kesalahan yang sama, maka pada kesempatan ini saya beruntung bisa memarkirkan mobil dengan sempurna pada tahap parkir seri. Maka setelah itu, saya menuju tahap berikutnya yaitu stop and go di tanjakan. Nah di sini, saya mengalami kesulitan karena mobilnya tidak sesuai dengan yang biasanya dalam artian kuplingnya dalam, begitu juga dengan rem tangannya harus sampai mentok, kalau rem tangannya tidak mentok maka mobil akan mundur. Maka ketika saya berada di tanjakan, berhenti dengan menggunakan rem tangan setelah itu disuruh maju kembali, tiba-tiba mobilnya langsung mati. Padahal biasanya kalau pakai mobil biasa (saya pakai Suzuki APV tidak ada masalah), mungkin setelan kuplingnya juga yang berbeda. Akhirnya saya dinyatakan gagal dalam tahap tanjakan ini dan harus mengulang selama satu bulan lagi yaitu tanggal 18 April 2019 atau sesudah pemilihan Capres.


Dokumentasi Coretan untuk Ujian Ulang

Nah begitu perjuangan saya untuk membuat SIM A yang menurut saya sangat susah apabila kita "JUJUR" dalam mengikuti proses aturan yang tahap-demi tahap kita lakukan.  Meskipun harus diulang beberapa kali, saya tetap akan berusaha, dan saya siap untuk ujian ulang pada tanggal 18 April 2019 nanti.
Ohya ternyata bukan saya saja sendirian yang mengalami kesulitan itu. Di saat saya menunggu giliran dipanggil oleh petugas, saya menyempatkan mengobrol dengan salah seorang yang sedang berjuang untuk mendapatkan SIM A juga, katanya beliau sudah dari awal bulan November 2018 hingga bulan Maret 2019 ini belum lulus juga ujian praktik mobilnya loh. Bahkan ada juga yang sudah berpengalaman bawa mobil ke luar kota atau provinsi masih tetap gagal juga saat di test parkir oleh petugas. Jadi apa yang menentukan proses bikin SIM bisa cepat ? mungkin karena rezeki nya bagus, dan juga lewat jalur belakang.
Awalnya saya percaya bahwa di Polres itu sudah bersih tanpa ada shortcut (jalan pintas) untuk membuat SIM, tapi kenyataannya masih ada saja oknum-oknum petugas yang menawarkan proses cepat pembuatan SIM, tidak tanggung-tanggung dengan mengeluarkan biaya Rp 700.000 dan hanya memakan waktu 10 menit maka SIM sudah bisa diambil atau dicetak.  Coba anda bayangkan bagaimana uang bisa mengalahkan peraturan yang sudah dibuat dan ditetapkan oleh mereka, ternyata malah dilanggar oleh sang pembuat aturan. 
Saya menuliskan cerita ini sebetulnya ingin meluapkan perasaan saya ketika ada beberapa orang yang tidak lulus, mereka langsung bertindak untuk mencari petugas melalui cara jalan pintas tersebut dalam mendapatkan SIMnya secara instan.
Memang jujur itu mahal, jadi apapun resikonya sampai mengulang beberapa kali, saya akan tetap berusaha  untuk mengikuti ujian ulang praktik SIM A (Mobil). Semoga di kesempatan berikutnya saya bisa melewati tahap ujian stop and go di tanjakan. 
Sekian cerita yang sempat saya tulis.

Lanjut ke part 2



Anugrah terindah

Sabtu, 3 Juni 2023 adalah hari di mana yang tidak pernah terlupakan, karena anugrah itu datang, putra pertama kami lahir.  Semoga menjadi an...